Kali ini saya pengen cerita
tentang penguntit nih. Teman-teman pernah ga diikuti penguntit? Saya pernah
lho, ya ga ekstrem-ekstrem amat sih.. Mulai dari penguntit di telepon. Duluuu
banget, pas saya masih kelas 1 SMP, saya pindah sekolah. Dan pada saat perkenalan
di kelas baru, guru yang mendampingi saya saat itu memerintahkan saya untuk
menuliskan nomor telepon di papan. Dengan terpaksa dan berat hati pun saya
menuliskan angka-angka itu.
Singkat cerita, saya sudah
menjadi “anak baru” nih. Anak baru yang diem gitu, padahal aslinya cerewet
banget. Lalu, pada suatu pagi, telepon
rumah saya berdering. Mencari Fina, begitulah kata suara di ujung
telepon sana. Berkali-kali ia menelpon
tanpa memberitahukan siapa identitasnya. Ia hanya berkata bahwa ia adalah teman
saya yang mendapatkan nomor telepon saya saat perkenalan di depan kelas
beberapa waktu lalu. Berkali-kali ia menelpon, ga tau deh apa aja yang ia
bicarakan saat itu, saya ga inget. Yang saya inget, ia berhenti menelpon
setelah saya marah-marah dan menutup telpon sebelum ia sempat berbicara! Hehe..
Dasar anak SMP iseng!
Perkuntitan (kata dasarnya
penguntit itu “kuntit” bukan sih?hehe) via telepon lainnya juga sempat saya
alami nih, saat saya kuliah. Beberapa kali saya menjadi CP alias contact person
beberapa acara.
Nama dan nomer hp saya pun terpajang di pamflet, leaflet, spanduk, dan sebangsanya. Saya sih ga kepikiran macem-macem, jadi saya sama sekali ga keberatan nama dan nomer saya terpampang gitu. Dan, mulai lah ada gangguan-gangguan. Mulai dari SMS ga jelas, sampai telpon berkali-kali. Terganggu? Tentu saja, terganggu banget! Saya sih berusaha mengabaikan semua gangguan itu. Tapi, akhirnya saya menyerah saat ada seseorang yang menelpon dan memaksa berkenalan. Awal menelpon ia malah bertanya “ ini siapa ya?”, lalu berkali-kali menelpon dan memaksa berkenalan. Kalau sebelum-sebelumnya, saya sih bisa cuek aja ya. Tapi, kali ini suara di ujung telepon itu suara perempuan! Saya benar-benar geli! Dan kebetulan sekali simcard yang saya gunakan di hp itu tiba-tiba rusak. Saya pun memilih membeli simcard baru dan tidak lagi menggunakan nomor saya yang sudah banyak “gangguan”nya itu..
Nama dan nomer hp saya pun terpajang di pamflet, leaflet, spanduk, dan sebangsanya. Saya sih ga kepikiran macem-macem, jadi saya sama sekali ga keberatan nama dan nomer saya terpampang gitu. Dan, mulai lah ada gangguan-gangguan. Mulai dari SMS ga jelas, sampai telpon berkali-kali. Terganggu? Tentu saja, terganggu banget! Saya sih berusaha mengabaikan semua gangguan itu. Tapi, akhirnya saya menyerah saat ada seseorang yang menelpon dan memaksa berkenalan. Awal menelpon ia malah bertanya “ ini siapa ya?”, lalu berkali-kali menelpon dan memaksa berkenalan. Kalau sebelum-sebelumnya, saya sih bisa cuek aja ya. Tapi, kali ini suara di ujung telepon itu suara perempuan! Saya benar-benar geli! Dan kebetulan sekali simcard yang saya gunakan di hp itu tiba-tiba rusak. Saya pun memilih membeli simcard baru dan tidak lagi menggunakan nomor saya yang sudah banyak “gangguan”nya itu..
Kejadian lainnya masih ada nih,
ga terlalu lama, beberapa bulan yang lalu. Saya dan beberapa sahabat SMP saya sama-sama
sedang pulang kampung, jadi kami memutuskan untuk berkumpul dan makan di RM
Taman Surya. Setelah makan dan bercerita panjang lebar (banget) dari sore
hingga Magrib tiba, acarapun selesai. Tapi, saya, Endita, dan Silvia masih
kangen dan masih pengen bercerita panjang lebar lagi. Kami pun memutuskan untuk
melanjutkan acara di alun-alun dan shalat Magrib di Masjid At Taqwa yang
terletak di sisi barat alun-alun. Demi “kepraktisan”, kami pun bonceng tiga
menuju Masjid At Taqwa karena hanya Endita yang membawa motor. Untungnya
jaraknya cukup dekat, hehe.. Sesampainya di halaman Masjid, ada seorang
laki-laki yang berperawakan seperti tentara bertanya pada kami, “Mau ngapain??”
, saya pun kontan menjawab “Ya shalat lah!”, “Disana disana!!” laki-laki itu
berkata lagi dengan nada yang agak membentak.
Setelah Endita memakirkan
motornya, ia dan Silvia bergegas shalat, sedangkan saya yang sedang berhalangan
memilih menunggu di teras Masjid sambil menjaga barang. Tiba-tiba, orang tadi
memindahkan motornya ke arah dekat saya. Dia duduk di atas motornya, dengan
kaki dinaikkan ke atas setir, lalu menyetel lagu dengan volume kencang. Itu di
halaman masjid lho! Saya sih cuek aja sambil duduk dan ber-sms ria dengan pacar
saya yang nun jauh di sana. Agak lama, tingkah laki-laki itu agak mencurigakan,
saya pun mengirimkan sms ke Endita atau Silvia (saya lupa siapa yang saya sms),
memberitahukan keberadaan lelaki mencurigakan tadi. Dan pas banget, mereka
sudah selesai shalat dan sedang berjalan ke luar. Kami bertiga pun mengobrol
sebentar dan berdiskusi ke mana tujuan kami selanjutnya sambil mengulur waktu
agar orang mencurigakan tadi pergi. Alun-alun, seberang penjara, kami pun
memutuskan ke sana, namun Endita harus segera pulang sebentar. Jadi setelah
memastikan orang tadi sudah pergi, kami (lagi-lagi) berbonceng tiga menuju sisi
timur alun-alun (males banget ya, padahal jalan juga bisa). Saat kami sudah
berada di sisi timur alun-alun dan berjalan pelan untuk mencari parkiran,
tiba-tiba dari arah sebaliknya muncul laki-laki tadi dengan sepeda motornya. Ia
berusaha menyerempet kami, dan berpura-pura tertabrak. Dia memaksa kami turun!
Untung saja perpaduan kadar kegalakan saya, Endita, dan Silvia serta ramainya
alun-alun cukup membuat orang itu tidak lagi berani mendekat! Grr.. Tapi tetap
sajalah saya takut, saya takut orang itu membawa pisau atau senjata apa gitu
untuk menyakiti kami. Kamipun mengubah rencana, dan memilih berkumpul di rumah
saya. Namun untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, kami berpencar, Endita
berangkat lebih dulu, untuk berputar, dan melanjutkan perjalanan untuk pulang
ke rumahnya sebentar. Saya dan Silvia berjalan ke arah pertokoan yang lebih
ramai. Kami pun berjalan cepat-cepat, dan masuk ke minimarket di pertokoan itu.
Agak lama dan menggeje di sana, dan memastikan orang tadi sudah tidak mengikuti
kami lagi, saya dan Silvia akhirnya segera pulang kerumah saya dengan naik
becak.. Haah, akhirnya, malam yang cukup mencekam itu berakhir sudah!
Saya juga ga ngerti deh kenapa
kok bisa ada penguntit-penguntit itu di hidup saya. Muka saya cantik? Iya,
cantik banget, Dian Sastro kalah! *minta ditimpuk* Mungkin saya yang jadi anak
baru di sekolah itu memang sasaran empuk untuk dikerjain, atau mungkin nomor
saya yang lama itu cantik banget ya, sampai-sampai orang tergoda untuk
gangguin, atau juga laki-laki tadi agak kurang waras ganggu tiga cewek bermuka
lumayan seram di tengah keramaian, hahaha..
Komentar
Posting Komentar