Garuda di dadaku..Garuda
kebanggaanku..
Ku yakin hari ini
pasti menang..
Kobarkan semangatmu..Tunjukkan
sportivitasmu..
Ku yakin hari ini
pasti menang..
Tahu lagu itu kan? Atau hafal? Saya
rasa sih hampir seluruh rakyat Indonesia tahu lagu ini. Lagu dari Band Netral
ini memang sering banget dinyanyikan saat Timnas Sepakbola Indonesia berlaga di
lapangan hijau. Para suporter dengan berbagai atribut merah putihnya berdiri
bersama-sama menyanyikan lagu ini dengan semangatnya! Kompaaaak banget..
Apalagi kalau Timnas kita melawan tim negara tetangga tuh, pasti makin kompak
deh paduan suara para suporter ini, hehehe..
Kalau kita simak nih, lagu ini
memang bagus banget. Penuh semangat, dan tentu saja liriknya yang penuh makna.
“Garuda di dadaku, garuda kebanggaanku,
ku yakin hari ini pasti menang.. Kobarkan semangatmu, tunjukkan sportivitasmu,
ku yakin hari ini pasti menang.” Liriknya penuh dengan kata-kata positif
yang bisa mengobarkan semangat siapa saja, apalagi para pemain Timnas sepakbola
kita, iya kan? Ngomong-ngomong tentang sepak bola nih, jujur saja saya kurang
paham dan kurang suka, selera lah ya, hehe. Tapi saya sangat-sangat salut
melihat para suporter bola, mereka benar-benar setia mendukung tim
kesayangannya. Ya seperti para suporter Timnas tadi, kompak mendukung Timnas,
kompak pakai atribut merah putih, kompak menyanyikan lagu Indonesia Raya dan
berbagai lagu penyemangat seperti lagu Garuda di Dadaku tadi! Bahkan ada juga
yang rela datang dari jauh-jauh demi mendukung langsung Timnas kita di stadion!
Keren banget lah semangat dan kekompakan mereka! Salut!
Tapiii, sayang beribu sayang,
semangat dan kekompakan para suporter bola itu kadang ga disertai dengan sikap
positif lainnya. Misalnya nih, kita semua udah tau kan gimana “panasnya” kalau
Timnas kita bertanding melawan tim negara tetangga. Berbagai macam kata pun
bisa terlontar, mulai dari hujatan hingga nama hewan tak bersalah pun ikut
terucap. Mereka juga menghina kita juga
kok. Ya emang sih balesannya juga panas, dan kita juga ga tau siapa yang
sebenarnya memulai. Kalau dipikir-pikir nih, apa yang dicari? Kemenangan dari
perdebatan tiada henti itu? Ga kaaan.. Mending kemenangan dengan prestasi deh
ya, hehe.. Apa ya kata yang tepat.. Hmm, kurang sopan. Iya deh, kurang sopan,
pas lah ya untuk menggambarkan kata-kata dalam perdebatan itu. Penuh emosi
juga.. Hmm, mungkin oknum-oknum yang berdebat ini lupa, lupa kalau mereka
pernah berteriak lantang menyanyikan lagu Garuda di Dadaku, lupa kalau Garuda
membawa Pancasila di dadanya, lupa kalau salah satu lambang di dada Garuda itu
adalah sebuah tali rantai yang bermakna kemanusiaan yang adil dan beradab..
Pancasila
Masih hafal? Alhamdulillah,
berkat pembacaan Pancasila di upacara bendera selama saya sekolah dulu, jadi
barisan kata penuh makna di Pancasila itu masih terpatri di ingatan saya, hehe.
Mungkin sebagian besar warga Indonesia juga gitu, hafal Pancasila berkat
upacara bendera. Sayangnya Sila-sila yang harusnya menjadi dasar hidup bangsa
Indonesia kini mulai terabaikan. Ya kekurang-sopanan oknum suporter bola tadi
contohnya. Ada juga bentrok antar suporter bola, hanya karena perbedaan tim
yang dipuja, nyawa pun menjadi tak berharga. Apakah kita masih bangsa Indonesia
yang sopan santun? Apakah kita masih Indonesia yang katanya bangsa yang
terkenal dengan tenggang rasanya? Apakah kemanusiaan yang adil dan beradab
masih menjadi salah satu sendi hidup kita?
Ya, Pancasila mulai terabaikan..
Ga hanya oleh beberapa oknum suporter sepak bola itu, tapi juga mungkin oleh
kita semua. Sedikit demi sedikit nilai-nilai Pancasila mulai terkikis dari
waktu ke waktu. Hedonisme? Anarkisme? Individualisme? Atau apapun itu. Secara
tak sadar berbagai pengaruh negatif dari luar mulai menggerogoti bangsa ini. Di
jaman gencarnya globalisasi di bidang teknologi, telekomunikasi, dan
transportasi, apapun memang mudah masuk ke negeri kita, termasuk kebudayaan.
Awalnya mungkin sepele, musik dan film misalnya. Oke, sebagian memang
berkualitas. Tapi kadang di dalamnya terdapat hal-hal yang secara tak sadar
terselip di dalamnya. Kata-kata makian yang dulu tabu kini semakin sering
terdengar dan akhirnya secara tak sadar itu juga terucap dari kita. Gaya hidup
hedonisme dan konsumtif juga kerap kita tiru. Kasus pencurian, perampokan,
hingga pembunuhan sadis pun makin kerap terdengar. Perlahan dan perlahan,
hal-hal negatif itu merasuk ke hidup kita, dan makin berkembang dari waktu ke
waktu.
Ya, bangsa kita sudah mulai goyah
dikepung globalisasi. Di satu sisi globalisasi memang membawa dampak baik,
perekonomian yang lebih baik, arus informasi yangs semakin deras, dan lain
sebagainya. Namun tetap saja, globalisasi bagai sekeping koin dengan dua sisi,
sisi baik dan sisi buruk. Kedua sisinya masuk secara bersamaan, tak
terpisahkan. Bagaimana menyikapinya? Susah kan? Iya, susah kalau kita tetap “cuek”
dan bersikap seolah-olah bangsa kita baik-baik saja. Tapi jangan lah, sudah
capek kan liat berita di negeri ini. Bangsa kita sudah mulai “rusak” perlahan.
Sebenarnya, dari awal, pendiri
bangsa ini sudah mempersiapkan bangsa ini sesempurna mungkin, termasuk
persiapan untuk menghadapi kepungan globalisasi ini. Persiapan apa? Filter, iya
filter alias saringan. Saringan apa? Pancasila. Ya ya ya, balik ke yang tadi
lagi, Pancasila. Memang Pancasila ini dasar negara kita yang sudah menjadi
identitas kita. Apapun yang tidak sesuai dengan identitas negara kita ini,
harusnya bisa kita tolak. Tidak sesuai bagaimana sih? Ya tidak sesuai dengan
sila-sila Pancasila.
Coba deh kita sebut lagi
sila-sila itu, Ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila-sila
ini sebenarnya sudah sangat mewakili berbagai sendi kehidupan, mulai dari
politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, hingga agama. Kurang apa lagi? Ga
perlu lah ya diuraikan lagi satu per satu sila itu, saya yakin deh bangsa
Indonesia sudah cukup pintar untuk memahami makna di balik sila-sila itu. Tapi
memahami saja ga cukup, kita harus menerapkannya dalam hidup kita. Meresapi
sila-sila dalam jiwa kita. Berbangga dengan Garuda, tanpa mengabaikan Pancasila
yang terpampang di dadanya.
*Artikel ini diikutsertakan dalam Lomba Blog "Penguat Identitas Bangsa dalam Komunitas Global dan Multikultural yang diselenggarakan Yayasan Pusaka Indonesia bekerja sama dengan Dapur Buku, Semoga bermanfaat..:)
Komentar
Posting Komentar