Langsung ke konten utama

SUBSIDI BBM, TEPATKAH?

Tulisan ini dibuat beberapa hari lalu, untuk tugas Audit Kinerja Sektor Pemerintah.. Sebagai mahasiswa yang masih dalam proses belajar, tentu pemikiran saya mengenai hal ini masih sangat kurang mendalam. Selain ini, opini pribadi saya yang setuju akan pengurangan subsidi BBM masih sangat mempengaruhi subjektivitas dalam tulisan saya ini.. So, correct me if I'm wrong.. :)


Di tengah perekonomian yang dirasa semakin sulit oleh masyarakat, pemerintah berencana mengurangi subsidi BBM hingga harga BBM pun akan naik. Pemerintah mengatakan pengurangan subsidi BBM ini harus dilakukan demi penghematan anggaran. Namun, di tengah upaya pemerintah untuk meyakinkan masyarakat bahwa kenaikan harga BBM ini adalah solusi terbaik, masyarakat pun bersuara. Kenaikan harga BBM berarti kenaikan berbagai harga kebutuhan pokok. Kenaikan BBM berarti kenaikan harga yang harus dibayar untuk transportasi. Ya, inflasi. Sebagian masyarakat menentang keras kebijakan ini, berbagai demo besar-besaran terjadi untuk menunjukkan ketidaksetujuan mereka.

Sejarah Panjang Subsidi BBM
Berbicara tentang sejarah pemberian subsidi BBM di Indonesia berarti kita harus melempar kembali ingatan kita pada sekian tahun silam. Kebijakan subsidi BBM ini diterapkan sejak masa pemerintahan Presiden Soeharto pada tahun 1974. Pada saat itu, Indonesia masih menjadi salah satu pemasok minyak mentah dunia. Produksi minyak Indonesia yang bisa dikatakan melimpah diiringi konsumsi minyak dalam negeri yang lebih sedikit. Karena itu, Indonesia mampu mengekspor minyak ke luar negeri. Seiring dengan berjalannya waktu, terjadi kenaikan harga minyak mentah dunia. Namun, tak seperti saat ini, kenaikan harga minyak mentah dunia pada masa itu justru mendatangkan keuntungan bagi Indonesia. Setiap kenaikan harga minyak dunia berarti kenaikan penerimaan negara. Hal itu mungkin membuat kebijakan subsidi BBM terlihat wajar sebagai bentuk kompensasi terhadap rakyat sehingga rakyat bisa ikut menikmati keuntungan dari penjualan minyak mentah ke luar negeri.


Ekonomis?
Pemberian subsidi BBM tentu saja merupakan hal yang sangat membantu bagi masyarakat Indonesia. Daya beli masyarakat yang terbatas terbantu dengan semakin murahnya harga BBM. Tentu saja meningkatnya daya beli masyarakat terhadap BBM ini bukanlah satu-satunya dampak baik dari pemberian subsidi BBM. BBM merupakan penyokong transportasi yang berhubungan dengan hampir semua aspek ekonomi. Kebutuhan pokok, kebutuhan pendidikan, dan kebutuhan lainnya berkaitan dengan BBM ini. Dengan semakin murahnya BBM, maka biaya transportasi dapat ditekan, dan akhirnya berujung pada biaya berbagai kebutuhan yang semakin terjangkau.
         
Efektif?
Namun, pemberian BBM ini tak selalu baik. Dari sudut pandang masyarakat, pemberian subsidi BBM ini memang ekonomis. Masyarakat sangat terbantu dengan harga yang “murah”. Namun, jika dilihat dari sisi yang berbeda, subsidi BBM tak selalu baik. Dulu, ketika kebijakan ini pertama kali diterapkan, tingkat konsumsi BBM tak sebanyak saat ini. Selain itu, penggunaan utama BBM adalah untuk kendaraan umum. Hal itu tentu saja berbeda jauh dengan kondisi saat ini, di mana pengguna BBM bersubsidi justru kendaraan-kendaraan pribadi. Subsidi BBM yang diperuntukkan bagi masyarakat yang daya belinya terbatas justru dikonsumsi oleh orang kaya dan industri. Bahkan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2010 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, secara rata-rata rumah tangga kaya menikmati subsidi bensin 10 kali lipat lebih besar daripada rumah tangga miskin.

Efisien?
Selain itu, pemberiaan subsidi BBM ini bisa dikatakan “mencekik” diri sendiri. Penerapan subsidi BBM ini memang tepat saat Indonesia masih menjadi pemasok minyak dunia. Namun saat ini, kebutuhan minyak dalam negeri melonjak dan berakibat pemerintah harus mengimpor dari luar negeri. Kenaikan harga minyak dunia di satu sisi menguntungkan karena meningkatkan penerimaan negara, namun di sisi lain menambah beban negara karena minyak yang diimpor semakin mahal, dan juga berakibat semakin besarnya subsidi yang harus diberikan negara demi kestabilan harga minyak dalam negeri. Perhitungannya, setiap kenaikan harga sebesar US$ 1 per barel, dengan asumsi kurs Rp 9.000 per dolar, akan menaikkan penerimaan sebesar Rp 3,37 triliun. Namun kenaikan US$ 1 per barel itu juga meningkatkan pengeluaran negara dalam jumlah yang lebih besar, yakni Rp 4,3 triliun1. Jadi, secara netto, setiap ada kenaikan harga minyak sebesar US$ 1 per barel, APBN harus menanggung beban tambahan Rp 900 miliar. Beban totalnya tinggal mengalikan jumlah ini dengan berapa US$ kenaikan harga minyak yang terjadi. Dari sini terlihat jelas bahwa penerimaan dari migas semakin kecil karena produksinya menurun sementara subsidinya justru makin meningkat karena konsumsi semakin besar.(Peningkatan pengeluaran ini berasal dari kenaikan subsidi BBM sebesar Rp 2,83 triliun,subsidi listrik Rp 280 miliar, dana bagi hasil untuk daerah Rp 470 miliar dan kenaikan anggaran pendidikan secara otomatis sebesar Rp 720 miliar.)

Saat ini contohnya, dalam penyusunan APBN 2012, Pemerintah dan DPR menyepakati harga minyak mentah  Indonesia sebesar US$ 90 per barel sebagai patokan. Patokan ini berdasarkan pada harga MOPS (Mid Oil Platts Singapore) yang dijadikan patokan harga BBM di Indonesia berdasarkan Perpres No. 55 Tahun 2005. Namun kenyataannya, selama Februari 2012 rata-rata harga minyak mentah Indonesia saat ini sudah mencapai US$ 122,17 per barel. Sedangkan konsumsi Solar dan Premium juga meningkat dari 35,8 juta kiloliter pada 2010 menjadi 38,5 juta kiloliter pada 2011 lalu. Akibatnya, subsidi untuk Solar dan Premium sepanjang 2012 akan melonjak dari Rp 123,6 triliun menjadi Rp 191,1 triliun. Jika harga minyak dunia terus naik, subsidi akan menggelembung di luar kemampuan anggaran negara.

Tak hanya itu, karena ada subsidi, harga jual Premium dan Solar di dalam negeri jauh lebih murah daripada harga barang yang serupa di negara-negara tetangga. Itu sebabnya, para penyelundup justru menikmati perbedaan harga ini seraya merugikan keuangan negara dan kita semua. Di bawah ini adalah perbandingan harga Premium dengan harga bahan bakar serupa di beberapa negara tetangga. Memang ada perbedaan kualitas antara bensin yang dijual di sini dengan bensin di beberapa negara itu, yang bilangan oktannya lebih tinggi dan oleh karenanya kualitasnya lebih baik. Namun, bensin di negara tetangga yang diperbandingkan adalah bensin berkualitas terendah yang tersedia di pasar, sama halnya dengan Premium di Indonesia.


Negara :: Harga Eceran Bensin dalam Mata Uang Lokal :: Harga Eceran Bensin dalam Rp :: Disubsidi/Tidak

Indonesia (RON 88) :: Rp 4.500 :: Rp 4.500 :: Disubsidi
Malaysia (RON95) :: RM 1,90 :: Rp 5.753 :: Disubsidi
Thailand (Blue Gasoline 91) :: Baht 41,51:: Rp 12.453 :: Tidak Disubsidi
Filipina (unleaded) :: P 56.50 :: Rp 12.147  :: Tidak Disubsidi
Singapore (Grade 92) :: S$ 2.150 :: Rp 15.695 ::Tidak Disubsidi
Catatan: Harga bensin per 12 Maret 2012, konversi kurs menggunakan kurs tengah BI Maret 2012

Environment-Friendly?
Adanya subsidi BBM juga menaikkan tingkat konsumsi BBM di Indonesia. Hal ini terlihat dengan meningkatnya jumlah volume kendaraan yang menggunakan BBM. Peningkatan penggunaan BBM yang meningkat seiring waktu ini tentu akan mengikis habis persediaan minyak di Indonesia. Saat ini pun Indonesia harus mengimpor karena tak sanggup memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri. Persediaan minyak di Indonesia juga semakin menipis, bahkan diperkirakan hanya mencapai belasan tahun lagi. Jika subsidi BBM dikurangi, kenaikan harga BBM mungkin saja akan mendorong pengurangan konsumsi BBM dan konversi ke sumber energi lain yang lebih bersih, terutama gas.

Ethics, Equity, Equality?
Jika kita kembalikan ke daya beli masyarakat, pemberian subsidi BBM merupakan pilihan etis untuk membantu masyarakat. Tapi, yang perlu ditekankan di sini adalah target yang seharusnya dituju. Pemberian subsidi BBM tentu akan lebih etis jika diberikan kepada pihak yang benar-benar membutuhkan. Tentu tidak adil jika kita lihat data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2010 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan, secara rata-rata rumah tangga kaya menikmati subsidi bensin 10 kali lipat lebih besar daripada rumah tangga miskin.

Subsidi BBM, Tepatkah?
Tepat atau tidaknya pemberian subsidi BBM ini tentu saja masih membutuhkan pemahaman yang lebih mendalam. Pengurangan subsidi BBM mungkin saja pilihan yang tepat jika dana hasil pengurangan subsidi tersebut dikelola dengan benar dan menghasilkan manfaat lebih bagi kita seperti penambahan infrastruktur dan peningkatan subsidi pendidikan dan  kesehatan. Namun, tetap saja pemerintah memiliki kewajiban penuh untuk memenuhi kesejahteraan masyarakat yang akan terganggu akibat kenaikan harga BBM yang berimbas pada kenaikan berbagai kebutuhan.

Referensi:
Sekretariat Wakil Presiden. 2012. Subsidi BBM buat (Si)Apa? Menjelaskan Kenaikan Harga          Premium dan Solar. Jakarta : Kementerian Sekretariat Negara
Warta Pertamina ISSN. 01259377 • No. 3/THN XLV/MARET 2010
www.neraca.co.id/2012/03/04/roadmap-cadangan-minyak-indonesia-tidak-jelas/
www.ermi-indonesia.org/2007/07/11/layakkah-mops-dijadikan-patokan-keekonomian-harga-bbm-di-indonesia/
www.esdm.go.id/berita/37-umum/1873-permasalahan-bbm-merupakan-tantangan-yang-harus-dihadapi-bersama.html

as always.. I just write down a "kata fina"..=)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SUSU, SEHAT DAN HALAL!

"Eh Ari, lucunyaaa... Gendut banget.. Tante jadi gemes nih! Ari suka minum susu ya kok bisa gendut gini,,??" Susu? Bikin gendut? Hehe.. Dulu sih saya juga sempat berpikir seperti itu. Susu kan penuh lemak, ntar saya gendut dong kalau saya minum susu . Hmm, minum susu =gendut? Oke, saya yang (dulu) kurus bisa gemukan kalau minum susu ! Eits, itu dulu... Sekarang? Ya, setelah sekian lama minum susu , saya pun jadi agak gemuk (hiks,,dulu sih pengen agak gemuk,tapi sekarang pengen kurus lagi), tapiii bukan susu kok penyebabnya! :D Empat Sehat Lima Sempurna Masih ingat ga dengan kata-kata di atas? Slogan ini saya dapatkan ketika saya masih duduk di bangku sekolah dasar, entah kelas berapa. Saya yang masih unyu waktu itu mendapatkan penjelasan bahwa tubuh kita membutuhkan beberapa jenis makanan yang kita kenal dengan sebutan empat sehat lima sempurna. Ajian sakti ini terdiri dari makanan pokok, sayur mayur, lauk pauk, dan buah-buahan. Jika mengkonsumsi empat jenis makan...

UJUNG GENTENG.. CANTIK YANG TAK TERJAMAH..:)

Agak lebay sih ya judulnya..:p Gapapa ah, kali ini saya akan mencoba berbagi cerita perjalanan saya bersama GRAPERS ke Ujung genteng beberapa waktu lalu..:) Berbulan-bulan lalu Makrab. Malam Keakraban. Istilah ini pertama kali saya dengar pada saat mengikuti MOS di SMA dulu. Malam keakraban adalah malam penutupan Masa Orientasi Siswa yang diisi dengan pementasan kelas dan juga acara-acara seru lainnya. Malam di mana Kakak Panitia yang awalnya jutek dan menyebalkan akhirnya berubah dan terjalinlah canda tawa di malam yang penuh kenangan itu. Tapi di sini beda. Makrab atau malam keakraban adalah sebuah ritual yang wajib dijalankan oleh hampir semua kelas di kampus saya (dan pasti di kampus lainnya, entah dengan nama yang sama atau ga). Intinya makrab kelas itu adalah sebuah event di mana seluruh anggota kelas berpelesir ke suatu tempat, menginap di sana, dan mengadakan berbagai acara yang dapat mengakrabkan seluruh personil kelas. Ga cuma malem tentunya. Seharian, bahkan bis...

the art of "ngeteng":: Bintaro-Bandar Lampung!

back to Bintaroooo... Alhamdulillah udah balik ke Bintaro lagi, semoga aja otak bisa lebih fresh untuk nerima materi kuliah lagi.. Amiiinn...:D Sekitar Dua Minggu Lalu Ya, sekitar dua minggu lalu saya menggalau. Bukan, bukan galau cinta. Juga bukan galau akademis. Kali ini saya galau liburan. Dalam rangka Natal dan Tahun Baru, kampus memberikan Libur selama satu minggu. Dan ditambah dengan hasil lobi dengan para dosen, libur kami bertambah menjadi dua minggu. Cukup lama. Tapi tak cukup lama bagi saya yang berkampung halaman di ujung timur Pulau Jawa ini. Bintaro-Bondowoso. Sekitar 22 hingga 24 jam by bus lah, itu kalau lancar. Akhir tahun lalu, ketika saya pulang kampung pas masa-masa liburan akhir tahun seperti ini, saya harus merelakan diri terduduk lesu di dalam bis selama 30 jam karena macet parah.