"Idul Adha kapan sih?? Selasa?? Rabu?? "
Kamis?? Jumat?? Sabtu?? Minggu??
Perbincangan mengenai Idul Adha yang dirayakan di dua hari berbeda ini bisa dibilang "umpan yang baik" untuk pembicaraan berikutnya. Setelah ngobrolin tentang kapan Idul Adha, pasti berlanjut dengan berbagai kalimat ala anak rantau, " haduuuh, kangen rumah ya!! Idul Adha kali ini terpaksa nggak pulang lagi.. " dan yang lebih mengenaskan lagi, kalimat ala mahasiswa, " besok gue ada kuliah coba! Mau Idul Adha gimana, kuis pula! Bukannya takbiran, gue begadang belajar! *sok kerajinan*"
Ya begitulah kehidupan kami disini. Berada jauh dari rumah, dan harus merelakan diri melewatkan moment-moment penting tanpa keluarga. Beberapa dari kami memang bisa saja pulang kampung dan menemui keluarga tercinta. Tapi tak banyak. Hanya mereka yang berhasil melobbi para dosen untuk memindahkan jadwal ke hari lain sehingga mereka bisa mendapatkan "jatah libur tambahan". Hanya mereka yang nggak punya tanggungan tugas kuliah ataupun organisasi yang harus dijalankan. Hanya mereka yang berkampung halaman dengan jarak yang tak jauh dari kampus tercinta (ya iyalah, yang kampung halamannya Papua nggak bakalan pulang, ngabisin waktu, tenaga, sama duit aja! hehe)
Idul Adha kali ini adalah Idul Adha kedua saya di perantauan. Sekitar setahun yang lalu, saya juga merayakan Idul Adha di sini. Ah, betapa mirisnya kalau ingat saat itu. Masih baru-barunya disini. Masih "anak bawang" banget. Jadi, menjelang Idul Adha, saya dan teman-teman kos mencari tahu tentang pelaksanaan Shalat Ied. Berhubung struktur personil di kosan saya 11 dari 15 anak adalah mahasiswi tingkat satu yang masih nggak tau apa-apa, 3 orang kakak tingkat non Muslim, dan seorang kakak tingkat yang muslim jarang ada di kosan karena sangat sibuk, walhasil kami -para anak tingkat satu- bingung akan melaksanakan Shalat Ied dimana. Tararaaang, akhirnya kami mendapatkan info ada pelaksanaan Shalat Ied di lapangan kampus. Ya, satu masalah selesai.
Esok paginya kami bersiap-siap. Sangat beda rasanya, "bersiap-siap" di rumah dengan "bersiap-siap" di kosan. Saat di rumah, pasti ada Mama tercinta yang berduet bersama Ibu (sebenarnya Nenek saya, tapi dari kecil saya terbiasa manggil Ibu.. :D) . Duet maut Mama-Ibu menjadi pengiring persiapan menjelang Shalat Ied. "Ayo bangun, ayo mandi, ayo cepetan, udah mau mulai tuh lho shalatnya" dan segala macam intruksi lainnya. Dan dengan mata terkantuk-kantuk, kami mengikuti semua intruksi itu karena tak ingin mendapatkan omelan panjang.
dan di sini?
Tak ada lagi duet maut Mama-Ibu. Yang ada hanya suara alarm. Lalu bangun. Lalu mandi. Lalu shalat Subuh. Lalu bersiap-siap bersama teman kosan. Lalu berangkat ke lapangan kampus. Tak ada lagi intruksi ala Mama-Ibu. Sepi rasanya. Masih tergambar jelas di benak saya suasana lapangan A kampus STAN ketika itu. Saya bersama teman-teman kosan segera mengambil posisi di shaf muslimah. Dan tepat di samping kami ada beberapa ibu muda bersama anak-anaknya yang masih balita. Sepertinya mereka alumni kampus kami juga. Benar-benar masih muda. Sepertinya mereka langsung menikah setelah lulus (sangat-stan-sekali,, hehe). Betapa bahagianya melihat mereka, ketika anak-anak mereka bertanya "kapan mulai shalatnya Ummi??", atau "Ummi Ummi, Abi mana sih?" sambil melirik pemasaran ke arah shaf laki-laki. Sangat menggemaskan.
ini kenapa jadi cerita keluarga kecil bahagia sejahtera ya?? Kembali ke topik.
Shalat Ied pun berlangsung khusuk dengan sedikit gangguan tangisan anak kecil yang berada di dekat kami (ternyata, sama saja disini. Kirain cuma di rumah saya yang suka ada anak kecil nangis pas Shalai Ied). Setelah shalat Ied, kami pulang ke kosan tercinta. Tak lupa bersalaman dengan beberapa teman yang berpapasan di jalan. Sesampainya di kosan, taraaaaang, kami kelaparan! Kriuk kriuk. Tak ada makanan. Mie instan?? Ah, ini kan hari raya, masa' makan mie instan andalan anak kosan. Dan akhirnya, kami putuskan untuk membeli makanan di tempat langganan kami, Warung Nasi Bu Ning. Sesampainya kami di persimpangan jalan terakhir menuju warung itu, kami menyaksikan pemandangan yang menyesakkan hati. Sekian anak rantau yang baru pulang dari shalat Ied sedang mengantri mencari sesuap nasi dan kami akan segera bergabung bersama mereka. Antrian yang sangat panjang. Dan tepat ketika mengantri, ponsel saya bergetar, "Mama is calling.. " Yeah!! Dengan perasaan senang sekaligus sedih saya angkat telepon dari mama tercinta. Sedih sekali rasanya ketika beliau bertanya, "sekarang dimana" dan saya menjawab "lagi di warung ma, antri beli makan." Andai saya di rumah, pasti makanan sudah tersedia tanpa harus antri.
Ah, sudahlah. Walaupun beda dengan di rumah, masih banyak hal dari Idul Adha tahun lalu yang patut saya sukuri. Dan sekarang? Besok tepatnya. Apakah akan tetap seperti tahun lalu? Entahlah, yang jelas, saya nggak bisa ikut shalat Ied besok.. T^T..
Komentar
Posting Komentar